KESTABILAN LERENG
Kestabilan Lereng
Lereng merupakan suatu permukaan tanah yang miring dan
membentuk sudut tertentu terhadap suatu bidang horizontal dan tidak terlindungi
(Das, 1985 dalam http://e-journal.uajy.ac.id/62/3/2TS11926.pdf). Lereng secara
umum terbagi menjadi dua jenis lereng tanah, yaitu lereng alami dan lereng
buatan. Lereng alami terbentuk secara alamiah dan umumnya berada di daerah
perbukitan, sedangkan lereng buatan merupakan lereng buatan manusia yang
digunakan untuk keperluan tertentu, seperti tanggul sungai, bendungan tanah,
dan sebagainya.
Lereng secara alami memiliki kekuatan geser tanah dan
akar tumbuhan yang berguna sebagai gaya penahan. Apabila gaya penahan ini lebih
kecil dari gaya pendorong yang diterima lereng, maka akan timbul keruntuhan
lereng atau longsoran. Longsoran atau landslide
adalah luncuran atau gelinciran (sliding)
atau jatuhan (falling) dari massa
batuan/tanah atau campuran keduangan (Sharpe, 1938 dalam http://e-journal.uajy.ac.id/62/3/2TS11926.pdf).
Klasifikasi jenis longsoran dijelaskan pada Gambar 2.1.
Sedangkan, menurut Made Astawa Rai. Dr. Ir. (1998),
longsoran dapat diklasifikasikan menjadi empat bagian, yaitu,
a.
Longsoran
Bidang (plane failure) : suatu
longsoran yang terjadi di sepanjang bidang luncur yang dianggap rata, dapat
berupa rekahan, sesar maupun bidang perlapisan. Longsorang ini memiliki syarat
untuk bidang luncur yang tidak berbentuk lingkaran, kemiringan bidang luncur
yang lebih besar dari sudut geser dalam serta terdapat bidang bebas di kedua
sisi longsoran.
b.
Longsoran
Baji (wedge failure) : suatu
longsoran yang diakibatkan oleh adanya dua struktur geologi yang berkembang dan
saling bersegmen pada muka lereng, dengan longsoran yang terjadimenurut garis
potong kedua bidang diskontinuitas tersebut, yang memiliki sudut lebih besar
dari sudut geser dalam dan lebih kecil dari kemiringan lereng
c.
Longsoran
Guling (toppling failure) : suatu
longsoran yang terjadi pada lereng terjal dengan batuan yang keras, serta
bidang lemah berupa rekahan yang memiliki kemiringan hampir tegak dan
berlawanan arah kemiringan lereng.
d.
Longsoran
Busur (circular failure) : suatu
longsoran yang terjadi pada batuan atau tanah yang sudah mengalami pelapukan
dan memiliki bidang lemah (rekahan) dengan jarak yang sangat rapat.
Gambar 2.1. Klasifikasi longsoran oleh Stewart Sharpe
(1938) dalam Hansen (1984) (dalam http://e-journal.uajy.ac.id/62/3/2TS11926.pdf)
Keruntuhan atau longsoran pada suatu lereng dapat
disebabkan oleh faktor internal lereng maupun faktor eksternal. Faktor internal
yang mempengaruhi kestabilan atau keruntuhan suatu lereng adalah geometri
lereng itu sendiri, struktur batuan penyusun lereng serta sifat fisik dan
mekanik batuan. Sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh antara lain: adanya
gempabumi, curah hujan yang tinggi (iklim), kondisi vegetasi, morfologi, serta
lingkungan sekitar (Anwar dan Kesumadharma, 1991; Hirnawan, 1994 dalam http://e-journal.uajy.ac.id/62/3/2TS11926.pdf).
Selain itu, adanya rembesan dan aktivitas geologi seperti patahan (terutama
yang masih aktif), rekahan dan liniasi juga dapat mempengaru keruntuhan suatu
lereng (Sukandar, 1991 dalam http://e-journal.uajy.ac.id/62/3/2TS11926.pdf).
Menurut Brunsden (1993 dalam Dikau et. al., 1996, dalam http://e-journal.uajy.ac.id/62/3/2TS11926.pdf),
faktor eksternal yang dapat mempengaruhi keruntuhan lereng adalah:
-
Pelapukan,
baik secara fisika, kimia, atau biologi
-
Erosi
-
Penurunan
tanah (ground subsidence)
-
Deposisi,
atau perpindahan material oleh aliran sungai (fluvial), oleh aliran es (glasial)
dan oleh gerakan tanah
-
Getaran
dan aktivitas seismik
-
Jatuhan
tephra selama aktivitas volkanisme
-
Perubahan
rezim aliran air
Pada beberapa kasus longsor, hujan sering menjadi pemicu
utama. Hal ini karena air hujan dapat meningkatkan kadar air tanah pada lereng
yang menyebabkan pelemahan sifat fisik/mekanik material tubuh lereng dan
menurunkan faktor keamanan lereng (Brunsden dan Prior, 1984; Bowles, 1989;
Hirnawan dan Zakaria, 1991; dalam http://e-journal.uajy.ac.id/62/3/2TS11926.pdf)
Peranan air dalam tubuh lereng tidak leps dari pengaruh
luar berupa curah hujan serta iklim. Peranan air ini kemudian berdampak pada
kadar air tanah, yang mana didefinisikan sebagai derajat kejenuhan dan kondisi
muka air tanah. Muka air tanah yang naik akan meningkatkan tekanan pori yang
juga akan memperkecil ketahanan geser dari massa lereng.
Faktor Keamanan Lereng
Faktor keamanan atau safety
factor pada suatu struktur lereng merupakan perbandingan dari tegangan
kerja yang ditahan oleh lereng dengan tegangan dengan tegangan kerja yang ada.
Faktor keamanan ini bergantung pada sifat material itu sendiri (http://www.engineersedge.com/analysis/factor-of-safety-review.htm).
Faktor keamanan dapat dirumuskan sebagai,
Dari nilai faktor
kemanan yang didapatkan, maka dapat diketahui kondisi suatu lereng tersebut.
Apabila nilai Fs lebih dari satu, maka lereng dalam kondisi stabil,
apabila nilai Fs adalah 1, maka lereng dalam kondisi seimbang namun
kritis (siap untuk longsor), sedangkan apabila nilai Fs kurang dari
satu, maka lereng akan mengalami keruntuhan atau kelongsoran.
Selain data-data
seperti sudut geser dalam, tegangan beban tanah, nilai kohesi dan tegangan air,
pada penentuan nilai faktor keamanan juga perlu diketahui geometri lereng serta
faktor luar lain, seperti adanya getaran akibat ledakan atau gempa. Geometri lereng
tersebut meliputi tinggi lereng, kemiringan lereng dan lebar berm, serta kondisi lereng.
Komentar
Posting Komentar